Senin, 22 Mei 2017

Analisis Puisi Rumahku karya Chairil Anwar

Bedah Puisi Acara Mengapresiasi Puisi 
Memperingati Bulan Sastra
Bedah puisi pada tanggal 26 April 2017 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (HMJ PBSI) Universitas Wisnuwardhana yang dibina oleh Bapak Imam Thobroni S.Pd, diikuti oleh seluruh mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia serta dosen pengajar Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini bertepatan dengan mengenang  kematian Chairil Anwar , merupakan acara yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan sastra dan kecintaan terhadap karya sastrawan Indonesia.  Bedah puisi ini dinarasumberi oleh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sendiri yakni bu Kustyarini S.Pd., S.Psi., M.Pd dan pak Esa Kharisma M.N., S.S., S.Pd, M.Pd. Saya mencoba menulis hasil apresiasi puisi ini.


Rumahku
Karya: Chairil Anwar
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar sengaja nampak
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Disini aku berbini dan beranak
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
Makna :
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Kaca jernih dari luar sengaja Nampak
Penyair menganggap bahwa rumah itu seperti api unggun yang dibuat dari kayu dan ranting untuk mengusir dinginnya malam. Api unggun yang hanya bersifat sementara memiliki usia yang singkat. Hadirnya api unggun cukup mengusir dinginnya malam, sebelum berharap pagi datang dengan cahaya mentari. Seperti itulah makna dari sebuah sajak, petuah, cerita dan kata yang tidak akan bertahan lama serta tak dapat mengubah rupa diri dan dunia. Peristiwa di dalam rumah yang selalu nampak jelas, peristiwa berbicara dan makna dari kata berbicara dengan sendirinya.
Kulari dari gedong lebar halaman
Aku tersesat tak dapat jalan
Kemah kudirikan ketika senjakala
Dipagi terbang entah kemana
Penyair  mencoba menggambarkan pencarian suasana baru dan dunia baru di luar rumah, tetapi arahpun tak dapat ditemukan sampai bertemu pada titik kerentaan penyair menyadari makna hidup. Dalam sajak “dipagi entah kemana” menggambarkan masa muda yang terlalu sibuk dengan kefanaan serta di isi dengan segala hal yang sia-sia.
Rumahku dari unggun-timbun sajak
Disini aku berbini dan beranak
Rumah seperti timbunan api unggun yang dapat mengusir dinginnya malam, keluarga tempat bernaung berbagi kisah, nasihat, cerita tentang kehidupan serta tempat bersatu bersama istri dan anak.
Rasanya lama lagi, tapi datangnya datang
Aku tidak lagi meraih petang
Biar berleleran kata manis madu
Jika menagih yang satu
Ingin menghabiskan masa tua bersama keluarga karena dimasa muda penyair menggambarkan bahwa dirinya mencoba berlari dari kehidupan keluarga yang begitu berarti, namun usia sudah menjemput diri semakin tua renta. Dalam baris puisi ini seolah penyair ingin terus hidup, merayu Tuhan untuk selalu panjang umur hingga tidak lagi meraih petang/ kesalahan dalam hidupnya dapat diperbaiki.
Oleh: Nabila Naulianah
Malang, 22 Mei 2017

Senin, 15 Mei 2017

Puisi anak SD untuk Guru dan orang tua


Petang kian datang, tanpa rembulan dan bintang
Langit menangis mengeluarkan suara yang sumbang
Melihat aku yang begitu nakal, malam hari malas belajar
Hanya mononton televisi sebagai hiburan
Ayah dan Ibu mengingatkan tetapi aku tidak pernah mau mendengarkan
Pagi pun datang, sinar matahari begitu terang benderang
Membutku malas untuk bangun dari ranjang
Ayah membangunkanku dengan sabar
Tapi aku malas beranjajak dari kamar
Karena semalam televisi dan handphone tidak terlewatkan
Aku pergi ke kamar mandi dengan wajah masam
Seragam sudah siap kukenakan, tanpa peduli dengan kerapian..
Tetapi Ibu begitu perhatian, menyiapkan sarapan dan bekal
Ayah dan ibu merelakan waktu untukku yang menjemput masa depan
Yaa, setelah disekolah
Bapak dan Ibu guru membimbing dan mengajarkan pelajaran..
Tapi..aku hanya asik bermain tak memperhatikan
Bermain, tertawa, dan seda gurau bersama teman
Aku malas, si pemalas.. di kelas, tapi bapak dan ibu guru selalu membimbing dengan ikhlas
Aku tak pernah peduli dengan PR, sepulang sekolah malah sibuk internetan
Sungguh aku adalah malas, yang berteman dengan kedurhakaan
Durhaka akan nasihat, durhaka akan kebaikan
Bagaimana caraku merayu petang lagi
Agar ku dapat perbaiki diri
Bagaimana caraku berjumpa dengan pagi
Yang dulu penuh tetesan embun harmoni
Aku adalah malas, yang berteman kedurhakaan
Terhadap tuhan, orang tua dan guru
Aku ingin merengkuh cita dan asa
Dari sisa waktu yang telah terbuang sia-sia.